Senin, 15 Juni 2009
TRIP to GILIMANUK
Tanggal 21 April, hari yang kelam, hari berkabung.
Aku datang ke Gilimanuk bukan untuk bersenang-senang seperti hal biasa aku lakukan bila datang kemari. Nenel tercintaku, Saudari almarhum Kakekku berpulang, dan tanggal ini adalah Upacara Ngaben dari Gung Nini Rai Ariani.
Berangkat dari Denpasar jam 05.30 dan tiba jam 08.00 pagi, kesiangan sedikit saja pastilah akan berpacu dengan gurita lintas pulau.
Peti jenasah sudah dinaikan ke dalam Bade, sudah saatnya berangkat menuju setra.
Cukup berjalan kaki menuju Setra, jarak tidak terlalu jauh apalagi dengan tata kota yang dari dulu tidak berubah selalu rapi, ini sangat memudahkan perjalanan.
Sepupuku memegang Manuk Dewata (syarat untuk menghantar roh dalam Upacara Ngaben) dan foto Gung ni Rai.
Setiba di Setra, Peti Jenasah diturunkan.
Wadah sawa di dekatkan pada jenasah Gung Ni Rai, dan Pak mangku mulai mengucapkan doa, aku bisa melihat kesedihan di wajah keluargaku, hari terakhir, karena esok tidak akan bisa menatap, bercengkrama dan masak betutu bareng-bareng.
Ngaben dengan sistem baru, menggunakan kompor untuk efektifitas waktu, dan perbedaan yang menonjol adalah area pembakaran tidak tertutup, sangat vulgar dan berbeda dengan kebiasaan Ngaben yang dilakukan di Denpasar.
Setelah abu jenasah diberi doa dan persembahyangan terakhir, abu akan dibuang ke pantai yang hanya berjarak 20 meter dari setran, bisa dilihat Pulau Jawa di seberang lautan.
Sesampai di pantai melakukan doa, dan disini setiap orang harus berhati-hati terhadap tumpeng liar.
Cucu tercinta bersiap menghantar abu jenasah ke dalam lautan.
Perjalanan pulang lebih baik melewati jalan pintas melalui pantai, jarak akan lebih dekat daripada melewati jalan Raya.
Usai sudah, Gung Nini sudah santai di atas sana, bertemu Gung Kak Nik adik sepupunya.
Bagiku mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung, itu saja dan susah untuk dijelaskan kenapa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar