Senin, 15 Juni 2009

PESTA KESENIAN BALI Ke-31 2009 Part I


Pesta Kesenia Bali dibuka pada hari sabtu tanggal 13 Juni 2009, yah.. seperti biasa berisi pawai dari partisipan yang berasal dari beberapa kabupaten, beberapa propinsi dan beberapa dari luar negeri.

Aku hanya sempat datang pada Minggu malam, dan sebuah keberuntungan pada hari minggu malam, ada pagelaran partisipan dari Jepang yaitu SOEI production TV, lokasi di panggung terbuka Ardha Chandra.

Partisipan yang satu ini sudah berkali-kali memeriahkan Pesta Kesenian Bali, pada tahun 2004 dan 2007, pada tahun 2009 mereka kembali mengisi acara di Pesta Kesenian Bali.

Dengan mengambil tema pada jaman Edo, alkisah ada sebuah daerah yang aman tenteram yang dijaga oleh para samurai yang baik hati. Namun malang, pada saat samurai pelindung lengah ada sekelompok samurai jahat membuat onar dan membunuh warga kampung dengan kejamnya, dan warga yang selamat pun melapor pada samurai pelindung, dengan rasa menyesal dengan segala kelalaian dan dendam yang membara, mereka berjanji akan mencari si pembantai.

Disaat yang sama para bidadari turun, dan membawa arwah warga yang terbantai ke surga.
Samurai Pelindung mengirimkan ninja untuk melawan para samurai jahat yang sedang mabuk-mabukan, tapi tidak berhasil, dan sebaliknya para ninja pun terbantai oleh samurai jahat.

Maka ke empat samurai pelindung berhasil bertemu dengan gerombolan samurai jahat, dan mehabisi satu persatu kecuali ketua kelompoknya, karena pada akhirnya samurai pelindung berpikiran tidak ada gunanya menghilangkan nyawa lagi atas nama dendam, maka samurai pelindung melepaskan ketua samurai jahat yang sudah bonyok, dengan syarat samurai jahat tidak mengulangi perbuatan jahatnya.

Yak Sekian….

Ini sih cuma opiniku pribadi, karena tidak ada translator bahasa jepang, rasanya seperti nonton Charlie Chaplin . Tapi keseluruhan Chapter sudah dijelaskan oleh narator aneh yang tidak tahu kata orang ketiga jamak.


Untuk menonton tidak ditarik bayaran alias gratis, karena ini adalah pesta rakyat.


Penonton sudah memenuhi tempat duduk, kecuali kursi untuk para tamu undangan separuhnya kosong, dan separuh lagi dipenuhi grup dari SOEI TV. Karena ada sedikit provokasi dari pihak panitia PKB untuk mempercepat gladi bersih, hal ini membuat para penonton sedikit tidak sabar menunggu, karena acara agak sedikit ngaret.

Aku pikir ini cuma masalah Sikon saja,
ternyata kelompok SOEI TV melakukan gladi resik pada hari ini juga, mungkin karena jadwal acara di Ardha Chandra sangat padat.


Ini tarian pembuka sebelum cerita dimulai, anak-anak ini menari sangat expresif, dan mereka mengenakan 2 pakaian, sehingga mereka dengan cepat bisa mengubah warna pakaian.





Permulaan cerita, warga desa melakukan doa


Warga desa dimainkan oleh anak-anak, menari gembira karena hari ini mereka diberkati.




Para samurai pelindung desa


Ini adalah samurai yang melakukan pembantaian terhadap warga desa



Wajah bushido ini mengingatkanku dengan lukisan klasik Jepang





Ini situasi dimana warga desa akan di bantai oleh samurai jahat




Pertunjukan yang sangat menghibur, dan aku yakin para pemain di Sendratari ini merasa bangga jauh-jauh datang dari Jepang untuk mengisi acara PKB ke-31, dan dapat menghibur penonton disini, sungguh suatu kebahagiaan yang tidak tergantikan oleh apapun.

Jadi aku menghargai mereka dengan tepuk tangan yang sangat keras di akhir acara.

Yep, Sugoi Nee...



Ayam Betutu Men Tempeh


Gilimanuk, gerbang keluar masuk dari litas Jawa-Bali. Pelabuhan, Museum Purbakala dan jarak yang sangat dekat dengan Taman Nasional Bali barat.Masih tersisa beberapa oleh-oleh dari Gilimanuk, yak Wisata Kuliner apalagi kalau bukan itu.

NASI PECEL PASAR GILIMANUK
Untuk sarapan ada warung nasi pecel yang terkenal di Pasar Gilimanuk. Kerabat di sana mengajakku untuk membeli sarapan untuk kerabat dari Denpasar yang belum tiba. Sebelum upacara ngaben sudah tentu membutuhkan energi yaitu sarapan.


Ibu Ini sudah berjualan Pecel di pasar sejak aku masih kecil, dan ibu ini adalah generasi yang kedua setelah Almarhum Ibunya tiada.


Konon, bumbu pecel ini sudah sampai ke Arab, karena ada sanak keluarganya yang berwirausaha disana. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ibu penjual pecel ini.



AYAM BETUTU MEN TEMPEH

Kakakku di Denpasar titip dibelikan Ayam Betutu Men Tempeh, Ayam Betutu Legendaris dari gilimanuk, bahkan umur warungnya lebih tua dari umurku sekitar 29 tahun.


Lokasi warung berada di tempat tertinggi di Terminal Lama Gilimanuk, jika melewati jalan raya menuju Pelabuhan bisa melewati tangga ini menuju terminal lama.


Yak inilah warung yang dulu masih berdinding bedeg, sekarang sudah berubah menjadi bangunan permanen dan berganti nama Rumah Makan Ayam Betutu men tempeh.


Wow, view Gunung Baluran di pulau Jawa terlihat dari rumah makan ini, menyenangkan.



Begitu masuk, aku sudah disambut oleh foto almarhum Men Tempeh yang tersenyum manis, dan bisa dilihat di atas foto imitasi cabe, aku pikir ini adalah nyawa dari masakan Men Tempeh yaitu "Super Pedas".




Aku membeli 2 porsi Ayam Betutu, satu porsi seharga Rp. 55.000


Berisi satu betutu ayam kampung dibungkus daun pisang, hmmm...wangi...



Dan pelengkapnya adalah Kacang muda goreng garing, Sambal matah, Kaldu dari ayam betutu dan Nyawa dari masakan Men Tempeh adalah Sambal Men Tempeh yang super pedas.

Kenapa bisa terkenal, padahal mahal, ayamnya kecil?
Jawabannya adalah, Formula resep turun temurun yang amat rahasia, menggunakan bahan seperti Minyak Kelapa asli dan Terasi no satu. Dan ayam yang dimasak memiliki umur tertentu untuk memaksimalkan rasa.

Kalo makanan lezat, mahal pun ga pa-pa kan?


Yak Sipp.....

TRIP to GILIMANUK


Tanggal 21 April, hari yang kelam, hari berkabung.

Aku datang ke Gilimanuk bukan untuk bersenang-senang seperti hal biasa aku lakukan bila datang kemari. Nenel tercintaku, Saudari almarhum Kakekku berpulang, dan tanggal ini adalah Upacara Ngaben dari Gung Nini Rai Ariani.

Berangkat dari Denpasar jam 05.30 dan tiba jam 08.00 pagi, kesiangan sedikit saja pastilah akan berpacu dengan gurita lintas pulau.


Peti jenasah sudah dinaikan ke dalam Bade, sudah saatnya berangkat menuju setra.


Cukup berjalan kaki menuju Setra, jarak tidak terlalu jauh apalagi dengan tata kota yang dari dulu tidak berubah selalu rapi, ini sangat memudahkan perjalanan.


Sepupuku memegang Manuk Dewata (syarat untuk menghantar roh dalam Upacara Ngaben) dan foto Gung ni Rai.


Setiba di Setra, Peti Jenasah diturunkan.


Wadah sawa di dekatkan pada jenasah Gung Ni Rai, dan Pak mangku mulai mengucapkan doa, aku bisa melihat kesedihan di wajah keluargaku, hari terakhir, karena esok tidak akan bisa menatap, bercengkrama dan masak betutu bareng-bareng.


Ngaben dengan sistem baru, menggunakan kompor untuk efektifitas waktu, dan perbedaan yang menonjol adalah area pembakaran tidak tertutup, sangat vulgar dan berbeda dengan kebiasaan Ngaben yang dilakukan di Denpasar.


Setelah abu jenasah diberi doa dan persembahyangan terakhir, abu akan dibuang ke pantai yang hanya berjarak 20 meter dari setran, bisa dilihat Pulau Jawa di seberang lautan.


Sesampai di pantai melakukan doa, dan disini setiap orang harus berhati-hati terhadap tumpeng liar.


Cucu tercinta bersiap menghantar abu jenasah ke dalam lautan.


Perjalanan pulang lebih baik melewati jalan pintas melalui pantai, jarak akan lebih dekat daripada melewati jalan Raya.

Usai sudah, Gung Nini sudah santai di atas sana, bertemu Gung Kak Nik adik sepupunya.
Bagiku mereka adalah orang-orang yang sangat beruntung, itu saja dan susah untuk dijelaskan kenapa.